SUBJEK PAJAK dan OBJEK PAJAK - Feel in Bali

Saturday, September 14, 2013

SUBJEK PAJAK dan OBJEK PAJAK

SUBJEK PAJAK
Subjek pajak adalah istilah dalam peraturan perundang-undangan perpajakan untuk perorangan (pribadi) atau organisasi (kelompok) berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Seseorang atau suatu badan merupakan subjek pajak, tapi bukan berarti orang atau badan itu punya kewajiban pajak. Kalau dalam peraturan perundang-undangan perpajakan tertentu seseorang atau suatu badan dianggap subjek pajak dan mempunyai atau memperoleh objek pajak, maka orang atau badan itu jadi punya kewajiban pajak dan disebut wajib pajak.

1) Subjek Pajak Penghasilan
Pph merupakan termasuk pajak subyektif yakni pajak dikenakan karena ada, yakni mematuhi criteria yang ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2000 mengenai perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, subjek pajak terdiri dari tiga jenis, yaitu orang pribadi, badan, dan warisan. Subjek pajak juga digolongkan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
Subjek pajak dalam negeri
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak dalam negeri adalah salah satu di bawah ini:
1. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
2. orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
3. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
4. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak
Subjek pajak luar negeri
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah salah satu di bawah ini:
1. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
2. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
3. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
4. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

2) Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Subyek yang menjadi sasaran pajak yaitu:
1. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang di kenakan pajak, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut.
3. Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut.

3) Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Yang menjadi Subjek pajak dalam PBB adalah orang atau badan yang secara nyata – nyata mempunyai status hak atas bumi dan bangunan, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.
Subjek PBB yang dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi wajib pajak. Dalam hal objek PBB belum jelas diketahui wajib pajaknya, maka Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud sebelumnya dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak sebagaimana dimaksud sebelumnya disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan – alasannya.

4) Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak BPHTB menurut Undang-Undang BPHTB.
Pihak yang terkena kewajiban melunasi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah orang pribadi dan badan hukum. Selain itu terdapat pihak yang dikecualikan dari kewajiban melunasi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, yaitu:
1. Perwakilan diplomatik dan konsulat dengan asas timbal balik
2. Negara untuk melaksanakan kepentingan umum
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri untuk menjalankan fungsinya
4. Orang pribadi atau badan, karena konversi hak atas tanah dan bangunan dengan tidak ada perubahan nama
5. Orang pribadi atau badan yang diperoleh dari wakaf
6. Orang pribadi atau badan yang diperuntukan untuk kepentingan ibadah.
5) Subjek Bea Meterai
Subyek Bea Materai adalah  yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. Pengaturan masalah Bea Meterai diatur dalam UU No. 13 Tahun 1985. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai hanyalah dokumen yang disebutkan dalam UU tersebut. Pihak yang menggunakan dokumen-dokumen yang disebutkan dalam UU adalah subjek dari bea meterai artinya merekalah yang wajib melunasi sejumlah bea meterai yang telah ditentukan. 

OBJEK PAJAK 
Dalam perpajakan, yang dimaksud dengan objek pajak yaitu apa-apa yang dikenakan pajak. Mengingat penting dan strategisnya objek pajak dalam perpajakan, baik hukum maupun akuntansi, sehingga dalam UU perpajakan Indonesia dengan tegas. Dalam website pemerintah pengurus dan pengelola pajak negara dinyatakan bahwa  Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

1) Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:
a) penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
b) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
c) laba usaha
d) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;
keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha;
keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
e) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
f) bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g) dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ;
h) royalti;
i) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k) keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l) keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n) premi asuransi;
o) iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
q) penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r) Surplus Bank Indonesia
s) imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mnegatur mengenai KUP.
Objek Pajak yang dikenakan PPh final
Atas penghasilan berupa:
• bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
• penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
• penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
• penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2) Objek Pajak Pertambahan Nilai
Pada prinsipnya semua barang dan jasa merupakan objek PPN, karena PPN dikenakan atas konsumsi barang dan atau jasa di dalam Daerah Pabean. Namun demikian, dengan pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, ada barang dan jasa tertentu yang tidak dipungut serta dikecualikan dari pengenaan PPN dan dibebaskan dari pungutan PPN.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah  terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:                    
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
   a. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
   b. Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan
       perjanjian leasing;
   c. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru
       lelang
   d. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak
   e. Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak    untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan;
   f.  Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
       penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang;
   g. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi.
Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:    
    a. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang                            
    b. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang
    c. Penyerahan Barang Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang.
2. Impor Barang Kena Pajak
Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak yang berupa setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak     tidak berwujud dari luar Daerah Pabean karena suatu perjanjian di dalam Daerah Pabean.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah     Pabean di dalam Daerah Pabean.
6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
            Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean. Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:                    
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;        
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
3) Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah salah satu jenis pajak yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Meterai (BM) dan Bea Perolehan Hak Tas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). PBB adalah termasuk jenis pajak objektif, di mana yang lebih ditekankan dalam pengenaan pajak ini adalah pada objeknya. Hal ini bisa kita lihat dari susunan pasal dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 dan perubahannya yang menempatkan pasal tentang objek pajak lebih dahulu daripada subjeknya.
Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan, yaitu :
1. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya
2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam / dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut
jalan tol
kolam renang
tempat olahraga
galangan kapal, dermaga
taman mewah
tempat penampungan / kilang minyak, aiar dan gas, pipa minyak
fasilitas lain yang memberikan manfaat

4) Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Yang termasuk  Objek BPTHB adalah hak atas tanah dan bangunan.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya sebagaimana dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi :
Pemindahan hak karena :
1. jual beli;
2. tukar-menukar;
3. hibah;
4. hibah waris;
5. waris;
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8. penunjukan pembeli dalam lelang;
9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10. penggabungan usaha;
11. peleburan usaha;
12. pemekaran usaha;
13. hadiah;
Pemberian hak baru karena :
1. pelanjutan pelepasan hak;
2. diluar pelepasan hak
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan

5) Objek Bea Meterai
Objek Bea Materai menurut Undang-Undang No.13 tahun 1985 adalah DOKUMEN (kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan). Sedangkan subjek Bea Materai adalah orang pribadi yang membuat atau badan yang memerlukansurat atau dokumen.

A. OBJEK YANG DIKENAKAN  TARIF BEA MATERAI Rp 6.000,00
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata
2. Akta-akta notaries termasuk salinannya
3. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya
4. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,- :
a. yang menyebutkan penerimaan uang
b. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan ung dalam rekening di bank
c. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
d. yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan
5. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,-
6.  Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,-
7.  Dokumen lain yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan :
a. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan
b. Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan untuk orang lain, lain dari maksud semula untuk orang lain, lain dari maksud semula.

B. OBJEK YANG DIKENAKAN  TARIF BEA MATERAI Rp 3.000,00
1.  Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,-
a. yang menyebutkan penerimaan uang
b. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan ung dalam rekening
    di bank
c. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
d. yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya
    telah dilunasi atau diperhitungkan
2.  Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,-
3. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari dari Rp 250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,-
4. Cek dan bilyet giro dengan harga nominal berapapun.